Thursday, April 18, 2024

Ngomongin NPD


Kali ini aku mau ngomong tentang NPD. 

Bukan kapasitas aku sih, secara aku nih awam lah ya kalo soal beginian...cuma sok tau aja, berbekal contekan dari gugel hehehe. 

Pertama kita cek dulu apa itu NPD menurut Mbah Google. 

NPD adalah singkatan dari Narcissistic Personality Disorder, atau gangguan kepribadian narsistik. NPD adalah gangguan mental yang membuat pengidapnya merasa lebih penting daripada orang lain.

Pengidap NPD juga merasa orang lain harus mengagumi, mencintai, dan membanggakannya. Orang dengan NPD biasanya memiliki kebutuhan yang dalam untuk diperhatikan dan dikagumi, serta kurang bisa berempati terhadap orang lain. Namun, di balik rasa percaya diri yang berlebihan, orang dengan NPD sebenarnya memiliki perasaan yang rapuh yang rentan terhadap kritik sekecil apapun. 

NPD biasanya dimulai pada awal masa dewasa dan lebih banyak memengaruhi pria daripada wanita. Para ahli percaya bahwa NPD adalah perpaduan dari pengaruh lingkungan, genetik dan bagaimana otak seseorang mempengaruhi perilaku serta cara berpikir mereka. NPD bisa menyebabkan berbagai masalah dalam kehidupan, hubungan, dan kehidupan sehari-hari. Orang dengan NPD mungkin tampak sombong, dengan citra diri yang dibesar-besarkan dan mengabaikan perasaan orang lain. 

Orang dengan NPD umumnya tidak bahagia dan kecewa ketika mereka tidak diberi bantuan atau kekaguman khusus yang mereka yakini pantas mereka dapatkan. Mereka mungkin menemukan hubungan mereka bermasalah dan tidak memuaskan, dan orang lain mungkin tidak senang berada di dekat mereka. 

Kira-kira demikian yah sekilat info tentang NPD.

Kenapa sih aku kok tetiba pingin nulis tentang ini? sebab sepertinya aku ketemu juga nih sama orang macem ini. Tadinya aku kira dia cuma nggak bahagia aja, makanya selalu berusaha membuat orang lain juga menderita. Tapi lama kelamaan kok sepertinya agak laen yah kasusnya, bukan cuma sekedar julita julita hati, tapi mungkin lebih dari itu. Yes, dia tidak bahagia, karena dia selalu merasa menjadi korban atas perlakuan orang lain, kalau kata anak sekarang "playing victim". Tapi itu semua berasal dari keegoisannya, yang selalu ingin diperhatikan, dinomorsatukan, dipahami dan dipenuhi semua keinginannya. Kalau itu semua tidak tercapai, ia akan langsung kena gerd dan collaps. 

Terus terang aku yang penuh dengan rasa empati ini, jatuh kasihan dong kepadanya. Sebab akutu ga bisa lihat orang nggak bahagia, atau nggak enjoy dengan hidupnya. Aku, suami dan anak-anak, meski alhamdulillah kami selalu dicukupkan Allah, sering juga kok, nggak bisa memenuhi keinginan kami. Tapi ya kami biasa aja, nggak sampai depresi atau kepikiran banget gitu lho. Yang penting kan kebutuhan basic sehari-hari tercover. 

Nah, si dia ini, punya standard tertentu untuk menyebut dirinya bahagia. Misalnya harus punya rumah yang nyaman, mobil yang bagus, pakaian mahal dan tentu saja...harus selalu geng aipon jaya jaya... Akutu nggak habis mengerti dengan prinsip seperti ini. Sampai harus sogok sana-sini, manipulasi data dsb demi anak masuk sekolah favorit tuh gimana yah...nggak nyampe otakku ini. Tapi satu hal yang aku sangat khawatirkan dari orang ini, adalah bahwa ia seorang ibu, dan memiliki anak. Konsep hidup yang ia tularkan ke anak-anaknya itu sangat memengaruhi mereka. Akibatnya, anak-anaknya pun mudah sekali kecewa apabila keinginannya tidak tercapai, mungkin juga jadi menyalahkan diri sendiri apabila ibunya sedang sedih dan kesal. Oiya, perlu digarisbawahi, hampir seluruh keinginan yang aku maksud di sini sifatnya materi. 

Jadi misalnya gini, kalau anak lain sudah bahagia dibelikan motor honda beat oleh orang tuanya, anak ini baru senang apabila dibelikan motor besar yang harganya plus-plus. Kalau anak lain sudah bersyukur bisa kuliah di universitas ternama, anaknya ini bisa uring-uringan hanya karena dia harus PP kampus-rumah naik motor (karena jauh), sehingga harus kost. Kalau anak lain sudah bisa ngekost dekat kampus saja sudah senang, kosan dia minimal harus ber-AC dan wifi kenceng. 
Merepotkan banget nggak sih?

Tentunya nggak akan masalah kalau ortunya berduit, yang jadi masalah kan kalau ortunya juga pas-pasan. Apa bukan menyiksa diri sendiri namanya? dan parahnya, perilaku kurang bersyukur ini didukung penuh oleh si NPD. Mungkin menurutnya dia memang worth it banget ya kan, mendapatkan semua yang dia inginkan meski harus memanfaatkan orang lain. 

Konsep diri seperti ini, aku khawatir banget membuat si anak, karena terikat pada standart yang ditetapkan ibunya, kelak dia akan menghalalkan segara cara untuk mendapatkan keinginannya. Sebab baginya gaya hidup mewah itu penting banget. Baju branded, sepatu branded, sampai nongkrong di kafe sambil ngelepus vape. 

Makanya aku benci banget acara-acara TV atau konten sosmed yang menampilkan kekayaan, istilahnya sultan-sultan gitu. Apasih, hidup kok diukur dari harta benda yang cuma keindahan fana aja.  Ramutu buanget. 

Balik lagi ke NPD. kita kulik Google lagi yuk. 

Bagaimana cara menghadapi orang-orang dengan NPD? dikutip dari laman https://www.aia-financial.co.id/id/health-and-wellness/, begini paparannya: 

Orang dengan NPD sering kali sulit dihadapi karena tidak merasa “sakit” dan sering merendahkan orang lain. Ini bisa membuat orang-orang di sekitarnya justru mengalami tekanan mental. Untuk itu, kita perlu mengambil sikap yang tepat saat menghadapi orang dengan NPD. 

Narcissistic personality disorder (NPD) adalah gangguan mental yang pengidapnya merasa diri sendiri lebih penting dari orang lain sehingga orang lain harus mengagumi atau memujanya. Sering kali orang dengan NPD tidak sadar dirinya mengalami gangguan mental dan memperlakukan orang lain lebih buruk. Di sisi lain, seseorang yang terus-menerus berinteraksi dengan pengidap NPD justru bisa rentan mengalami gangguan mental. Untuk itu, kita perlu mengenali orang dengan NPD sedari awal dan memahami cara menghadapinya. 

Ciri-ciri orang dengan NPD, antara lain merasa diri sendiri superior, egois, arogan, emosional, sombong, menginginkan semua perhatian hanya untuk diri sendiri, haus pujian, tidak peduli dengan orang lain, kerap meremehkan orang lain, perfeksionis, antikritik, menghalalkan banyak cara agar keinginan terpenuhi, dan mengharapkan diperlakukan istimewa oleh orang lain. 

Orang dengan NPD juga sering berimajinasi tentang kekayaan, kesuksesan, kecantikan, kekuasaan, dan hal-hal lain yang lebih tinggi dibandingkan orang lain. Orang dengan NPD juga sangat pemilih dan hanya mau bergaul atau berinteraksi dengan orang-orang yang sepadan. Mengapa menghadapi orang dengan NPD itu sulit dan justru kita bisa merasa terintimidasi? Apalagi jika orang dengan NPD adalah anggota keluarga atau orang yang ditemui hampir tiap hari. 

Pertama, karena orang yang mempunyai penyakit gangguan mental NPD tidak merasa dirinya “sakit” dan selalu merasa superior. Karena merasa unggul dan tidak “sakit”, orang dengan NPD akan sulit diarahkan untuk konsultasi ke psikolog. 

Kedua, orang dengan NPD sering merendahkan orang lain. Jika orang dengan NPD adalah orangtua kita sendiri, sikap meremehkan dan mungkin hinaan dari orangtua sehari-hari selama bertahun-tahun bisa memicu tekanan mental. 

Ketiga, orang dengan NPD haus akan pujian dan mengharapkan penghormatan, pemujaan, dan rasa cinta berlebih dari orang lain. Sikap ini bisa membuat orang lain merasa tertekan karena harus terus-menerus memuaskan ego orang dengan NPD. 

Keempat, orang dengan NPD bisa memanfaatkan orang lain demi meraih tujuannya dan mengabaikan kondisi dan perasaan orang lain. Hal ini bisa membuat kerugian pada orang lain dan membuat orang lain tertekan. 

Lantas, apa yang harus kita lakukan agar kesehatan mental tetap terjaga saat menghadapi orang dengan NPD? Kita bisa melakukan hal-hal berikut ini. 

1. Menerima kondisi 
Mempunyai keluarga atau rekan kerja yang mengidap NPD bisa menguras mental. Namun, kita perlu menyadari bahwa kita tidak bisa mengubah sikap orang dengan NPD karena mereka tidak merasa “sakit” dan tidak bisa menerima kritik. Saat mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan, kita perlu menyadari bahwa hal tersebut adalah perilaku umum orang dengan NPD. 

2. Jaga jarak. 
Menjalani kehidupan satu atap bersama orang dengan NPD tidaklah mudah. Oleh karena itu, usahakanlah agar tidak terlalu sering berinteraksi dengan mereka, terutama jika mereka menunjukkan tanda-tanda ingin merendahkan atau memanfaatkan orang lain untuk kepentingan diri sendiri. 

3. Tolak dengan tegas. 
Orang dengan NPD sering kali memanfaatkan orang lain untuk mencapai tujuannya. Jika kita merasa tidak setuju, utarakan dengan jelas penolakan kita. Apalagi jika keinginan mereka bertentangan dengan norma sosial, etika kerja, atau regulasi resmi. 

4. Tetap tenang. 
Menghadapi orang dengan NPD tidak bisa dengan emosi tinggi. Kendalikanlah diri agar tetap tenang. Perhatikan kata-kata yang mereka lontarkan. Jika mereka mulai mengeluarkan kata-kata bernada negatif dan merendahkan, abaikan dan segera jauhi, tanpa perlu terpancing emosi. Saat menghadapi orang dengan NPD, justru mental kita yang perlu dijaga. Kita juga perlu memilih sikap yang tepat ketika menghadapi mereka di lingkungan rumah, lingkungan kerja, atau lingkungan sosial. Wah ternyata emang ini penyakit yang sulit disembuhkan. kecuali ybs bertekad sendiri, maka orang-orang disekeliling NPD harus mampu menghindarinya sebisa mungkin. 

Aku kadang masih ngga terima sih kok ada penyakit ga bisa disembuhkan, tapi orang NPD ini, kita ajak rukyah aja nggak mau lho. Aku aja yang ga ada masalah apa-apa, sudah beberapa kali dirukyah, meski ya, nggak ada kejadian seru, misalnya ada mahluk di badan ini yang meraung-raung atau aku ngamuk gimana gitu lah. Aku mah dirukyah ya plain aja sampe perukyahnya ngantuk-ngantuk...wkwkwk alhamdulillah sih yaa... 

Nah, kalau kalian kebetulan menghadapi orang dengan NPD ini, baek-baek ya...meski kalian simpati, tapi jangan sampai kalian tertekan, terbawa toxic trait mereka. kalau si NPD ini orangtua kalian, sebaiknya kalian berikan perhatian melalui perantara, misalnya tetangga atau orang yang ditugasi merawat orang tua kalian tersebut. Tentu saja kalau kalian berkeras hidup dengan mereka itu akan jadi amal baik kalian, tapi kalau kalian sudah berumah tangga, tantangannya bakalan ke pasangan kalian. Itu yang harus dipikirkan juga. 

Terus terang aku juga nggak tau harus bagaimana menghadapi si NPD yang aku kenal ini, tapi aku berdoa semoga Allah sembuhkan dia, kuatkan dan sabarkan aku agar tidak membencinya. Semoga kita dijauhkan dari ujian hidup yang kita tak sanggup memikulnya ya ...

Aamiin ya Robbal aalamiin..


Reality Relativity


Life according to me, is full of relativity. 

What is valuable to us, may be nothing to someone else. What is correct for us, may not be correct for others. That's why we tend to look for similarities with other people, just to find justification for our views, that we, no matter how strong we think we are, still need legitimacy for the decisions we make. 

On the basis of this relativity, wise people assume that we have no right to judge other people. That everyone has their own opinion and in the name of human rights, it needs to be respected. 
But how is it implemented? Can we really not judge other people? Meanwhile, when we meet someone, we have made assessments, and perhaps, prejudgment. So, no judgment theory is actually just empty talk. We may not provocatively judge someone, but we will start to avoid them. 

How complicated this discussion is for my simple brain. 

In fact, I just want to say, how uncomfortable it is to hang out with someone who doesn't have the same views, opinions or lifestyle. Just like me enjoying eating rendang, suddenly I bit a galangal. or when I was having fun enjoying the beautiful natural scenery at a tourist spot, then suddenly I was invited to go shopping. hehehe... Well, I'm not a shopper, so that's the example. 😁 Hopefully it's understandable. 

Recently I watched a video of a Facebook celebrity, on his page called "Nas Daily". He also raises the same theme. That every group that is close to each other, must experience a fusion of characteristics, attitudes and habits, which gives rise to similarities between them. 

For example, Nas, who is not a vegetarian, has been hanging out with friends who are vegetarian for some time, so he is now a vegetarian. His female friend, who is usually impulsive and easy going, received influence or transfer of traits from Nas so that now she is calmer and more focused in planning. 

So it's clear, we can influence each other's friends, and vice versa. 

Interesting, huh? 

Now try to check each other's groups, and what similarities make you still survive/friends after all this time. Maybe there is nothing in common at all, just a feeling of affection that makes you unable to separate or separate yourself. 

Because after all, love conquers everything...

 *coughing




edited, first posted January 2024

Saturday, December 23, 2023

Warna Warni Hidup

Di umur yang udah banyak ini, kalau diflash back ke belakang, Masyaallah warna warni banget hidup akuh...

Pernah ngerasain jadi anak manja, dipuji2 cantik, dan selalu peringkat 1 di SD, pernah jadi penyanyi cilik profesional, pernah dibully hampir setiap hari, sampe rambut ubanan padahal masih remaja, saking tertekannya. 

Pernah juga nembak cowo tapi ditolak...

Pernah kuliah di luar jawa tapi cuma 5 bulan karena nggak tahan dengan kekeringan (susah mandi & buang air) 

Btw, kalian tau nggak, kalau kita nggak pupup seminggu itu ternyata bisa bikin pingsan loh...wkwkwkk 🤦‍♀️

Masa-masa kuliah, bukannya belajar tekun, malah galau karena merasa nggak diperhatikan orang tua. Untung aja temen-temen anak baek semua jadi nggak terjerumus yang bukan-bukan.

Lalu maksa nikah, alhamdulillah bahagia. Suami baik, anak lucu-lucu, tapi kemudian diuji dengan kemiskinan. Suami goyah, rumah tangga goyah.

Pernah cuma pegang uang 2000 perak sementara anak belom makan apa2, pernah juga suatu malam anak minta susu, cuma ada susu dancow sachetan, itu juga tinggal setengah. Aku kasih ke anakku, tapi malah aku yg nangis sesenggukan liat dia minum susu encer itu lalu tidur lagi...

Pindah-pindah kontrakan sampai balik maning ke orang tua. Ya Allah betapa hati orang tua kita seluas samudera...sudah disakiti, tapi tetap aja mau disusahin lagi.

Lalu datanglah masa menikmati hidup, kaya yang nggak punya anak, kerjaannya main melulu. Ya nongkrong di cafe, belanja, ngukur emol...alasannya ke ortu, ngilangin stress, kok ya enggak mikir padahal ortu juga stress anak perempuannya pulang malem melulu, sementara cucu-cucunya juga suka pada nangis diam-diam nungguin mamanya yang selalu pulang malem.

Ya Allah...dosa akutu...dosa sama orang tua dan anak2ku...😭😭😭

Padahal saat itu mamahku sudah sakit, dan meski aku tetap urus keperluannya, tetap berusaha menomorsatukannya tapi tetap saja aku belum benar2 berbakti kepadanya. 

Masih suka kesal kalau mamah marah2, padahal beliau begitu karena keadaannya...ya Allah...jahatnya aku.

Ternyata aku tak pernah menomorsatukannya...karena yang aku utamakan tetaplah diriku sendiri. Sibuk menyenangkan diri sendiri, padahal tidak mungkin kita bisa mendapatkan kesenangan kalau kita tidak menyenangkan orang2 yang menyayangi kita.

Sampai suatu saat, kupeluk mamah yang menatapku lekat, beliau tidak ingin aku bekerja jauh2 lagi. Qadarullah nggak lama aku dapat kerja di dekat rumah. 

Dari situ aku lihat perubahan pada mamah. Beliau terlihat selalu tertawa, tidak rewel lagi, bercanda terus sama anak2ku. Ternyata akulah yang selama ini mencuri tawanya...dengan membuatnya cemas akan keselamatanku setiap pergi bekerja.

Aku pun berubah. Jadi senang di rumah. Namun tak lama mamah dipanggil yang Maha Kuasa.

...

Namun Allah Maha Baik. Nggak lama Ia pertemukan aku denga lelaki yang baik. Maka aku mendapat suami, sepaket dengan keluarga besarnya, terutama mamahnya yang juga baik, yang selalu mengingatkan aku pada mamahku sendiri. Sama2 berhati lurus, jago masak, nggak suka bicara yang nggak penting, disiplin, rajin, dan yang paling penting selalu mengutamakan keluarga.

Saat ini aku hanya bisa bersyukur, entah kebaikan apa yang pernah kulakukan di masa lalu yang membuatku menerima anugerah ini.

Meski kadang masih kutuai beberapa akibat dari kelalaian di masa lalu, tapi semua itu sepadan.

Allah Maha Baik. 

Semoga kita semua selalu diberikan nikmat iman dan islam. Aamiin.

Saturday, November 4, 2023

Hard Times

Indeed, when we menstruate, we tend to be more emotional. I personally feel that right now.

Day 4 mens, I'm in the deepest mental abyss. My faith seemed to be shaken. Not only because of problems at home, such as the uprising prices of everything, having worked but not yet been paid, BPJS which is still not active, and also the issue of Faza's disqualification at the pencak silat national championship yesterday. 

But I am also heartbroken to see the atrocities in Palestine that have never been resolved. For almost a month now, Palestinians have been massacred, but it seems there is no help from Allah, at least from large Middle Eastern countries such as Saudi Arabia and the UAE. It's even craziest in the UAE, which held a Halloween parade in Dubai. Like there's no empathy. 

Then what am I doing? More severe. Just witnessing and hearing death after death of a nation that is approaching extinction. 

It's really not appropriate for me to ask God's plan, but I'm really tired, tired of feeling helpless and useless. Even if I want to confide in my friends, they don't seem interested in listening to me. Maybe that's the reason why they were never aware of my personal life for the past 15 years, several heartbreaks, financial problems, etc. They never know. Once they asked me why I never told them. 

Do you want to know? Well, the reason is because you guys never asked, or were interested in listening to my story. 

I understand we all have problems, maybe my problem is not as urgent as theirs, that's okay. Alhamdulillah. 

Right now I feel so alone. There's nothing I can say about the situation of my heart and mind. My husband will become more stressed if I tell him, especially my father. Only Samsung notes or this blog that become the place that I pour out my heart. 

I may be depressed now, but only me and Allah know that...and those who read this blog, of course. Although I doubt anyone does. 

Just leave it like that. 

O Allah, if this is all Your plan, strengthen me in witnessing and living it. I don't know whether You care about my prayers, while many people who are more pious than me are also praying for Palestine. But You still destroy Palestine, anyway..

Just don't take away my faith, O Allah, please set my heart on this religion, even though I don't understand Your plan. Please make me a Muslim until my last breath. Amen, Lord, amen.

Wednesday, November 1, 2023

Sebuah kesadaran yang menyesakkan

Dulu saya pernah menulis di status Facebook, tentang sulitnya menjadi orang beriman yang baik (https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid02BHRYsg1tP48rs9nQQorG4zSUGNoXZpj1VyQNqteCX7eqaLnsj9PMucmn3MyNjVpxl&id=715109957&mibextid=Nif5oz).

Baru-baru ini saya kembali diguncang dengan statement seorang teman tentang dosa. Awalnya adalah penilaian kami tentang suatu perbuatan yang kami nilai berdosa, lalu jadi agak melebar menjadi: bukankah masih banyak dosa-dosa lain yang juga kita lakukan sehari-hari?

Terus terang saya agak kaget saat itu, bukan saja karena saya langsung menginsyafi diri ini yang juga banyak dosa, tapi adalah betapa mudahnya ia mengakui dosa-dosanya tersebut, mulai yang dianggap kecil sampai yang lumayan besar, seolah itu bukanlah aib. Saya tidak menyalahkannya, karena apa yang ia lakukan memang kondisi sehari-hari yang tidak bisa terelakkan. Hanya saja yang membuat shock adalah alangkah mudahnya kita selama ini melakukan dosa, tanpa rasa malu, tanpa rasa bersalah, seolah itu hal yang lumrah saja. Padahal iman itu sebagian besarnya adalah rasa malu. 

Apakah itu berarti kita tidak beriman? Balik lagi ke tulisan saya di Facebook. 

Memang menjadi orang beriman yang baik itu sulit. 

Teman saya itu adalah orang yang sangat baik, luhur budi, perhatian dan sangat bisa dipercaya. Bisa dibilang, kalau saya punya harta berlimpah dan harus dititipkan, maka ia adalah orang pertama yg akan saya berikan amanah itu. Namun ia pun tak luput dari dosa, membuat saya yang level kebaikannya belum setinggi dia jadi tambah insecure.

Tiba-tiba seperti ada suara yang mengatakan kepada saya, "hei kamu. Jangan sombong kalau sedang ditimpa musibah, jangan merasa itu ujian dari Allah, padahal itu sebenarnya hukuman". 

Hukuman ataupun ujian, semuanya mengandung hikmah, mau jadi apa kita setelah melaluinya? Menjalankan keimanan dengan lebih baik lagi, atau makin terlena dengan kehidupan dunia dan makin santai melakukan dosa-dosa, hanya karena: sudah biasa.

Yang ironis, kita kadang meninggalkan sesuatu karena ingin membersihkan diri dari dosa, namun ternyata dalam perjalanan hijrah itu, kita melakukan dosa-dosa lain yang tak kalah seriusnya. Maka apa arti hijrah kita? Apakah hal ini harus dimaklumi sebagai "proses"? Sampai kapan sesuatu hal dikatakan proses? Apakah dalam suatu proses, boleh melakukan kesalahan yang sama berulang-ulang? Bukankah itu menandakan ketidakseriusan kita dalam menginginkan perubahan? 

Saya, terus terang masih mencerna semua ini; saya yang bodoh, yang sering berbangga diri, dan masih terseok-seok dalam menjalani perintah dan larangan Allah Subhanahu wata'ala. Saya hanya bisa berdoa, semoga Allah senantiasa membimbing kita semua dalam syariatNya. Semoga kita semua menjadi hamba-hamba yang pandai bersyukur, menjauhi perbuatan dosa, dan menjadi sebaik-baik muslim sebagaimana yang diharapkan oleh baginda nabi Rasulullah Sallallahu 'alaihi wassalam. Aamiin ya Rabbal aalamiin.


Allahul musta'an.


Sunday, August 13, 2023

Poin poin Parenting Talk bersama Dr. Imas, mesjid Al Muhajirin, 29 Juli 2023


1. Perilaku orang tua dalam mendidik anak, jangan sampai abai (=menyerahkan urusan pendidikan kepada guru semata)

2. Perbedaan pola pikir Barat dan Islam dalam tahapan tumbuh kembang.
Barat: anak--remaja--dewasa
Islam: pra baligh--baligh
(baligh: dewasa)
Istilah remaja tidak dikenal dalam Islam. Kedewasaan dalam Islam ditandai oleh mimpi basah bagi anak lelaki, dan menstruasi bagi anak perempuan. Pada saat itu anak harus sudah mampu melakukan tanggung jawabnya sebagai mahluk Allah.

Orang Barat mengira bahwa hidup manusia hanya sampai dengan datangnya kematian, sehingga akibatnya mereka mengejar kebahagiaan duniawi. Sementara orang Islam menjalani hidup di dunia untuk mempersiapkan kehidupan akhirat.

3. Orang tua harus menanamkan nilai-nilai Islam kepada anak:

A. Tauhid
     Menanamkan ketergantungan kepada Allah, bahwa:
- segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah
- Allah selalu mengawasi segala perilakunya
- apa yang kita lakukan seumur hidup kita sejatinya mempersiapkan perjalanan yg lebih besar setelah kematian

B. Akhlak
- akhlak seorang muslim terbagi menjadi:      akhlak kepada dirinya sendiri : memelihara kebersihan & kesehatan tubuh, hanya memasukkan ke dalam tubuh makanan/minuman yg halalan toyyiban
akhlak kepada Allah : beribadah sesuai tuntunan  Rasulullah
akhlak kepada orang lain : berbuat baik sesuai tuntunan Rasulullah

- yakin bahwa di kanan kirinya ada malaikat yg akan mencatat pahala dan dosa, sehingga menjaga segala perilakunya.

- mencegah masuknya jin kafir (bala tentara iblis) ke dalam diri dengan cara berdoa setiap akan melakukan sesuatu. Misalnya makan dan minum selalu membaca bismillah, masuk WC kaki kiri dahulu dan membaca doa masuk WC serta membaca doa keluar dari WC, dan sebagainya.

4. Perjalanan hidup manusia :
- alam roh
- alam rahim/kandungan
- dunia
- alam kubur
- kehancuran alam semesta
- hari kebangkitan
- padang mahsyar
- syafaat
- hisab
- penyerahan catatan amal
- mizan
- telaga
- sirath
- neraka/surga

Menurut perhitungan para ahli, masa di dunia itu hanya kira-kira 1,5 jam saja.
Sesuai QS As Sajadah ayat 5, menurut perhitungan matematika apabila 24 jam sama dengan 1000 tahun, 3 jam di akhirat sama dengan 125 tahun dan 1,5 jam di akhirat sama dengan 62,5 tahun di dunia. Apabila umur manusia rata-rata 60-70 maka hidup manusia tersebut hanya 1,5 jam kalau dilihat dari langit.
1,5 jam ini adalah waktu kita utk mempersiapkan perjalanan menuju surga/neraka.



Saturday, August 12, 2023

Cacatan Pinggir Pasar


Tiba-tiba pengin nulis apa yang terlintas di benak. Kalau didiamkan pasti lupa, jadi mohon izin ya kalau tulisan ini muncul di beranda teman-teman. Namanya juga cacatan, pasti banyak cacatnya...hehehe

Enggak suka skip aja, oke 👍


Saya tuh kadang suka ngebayangin...kalau saya sudah nggak ada nanti, pastinya kisah hidup saya yang seru ini bakal lenyap bersama raga ini. Rasanya sayang juga yah...


Meski seru, tapi kalau ditanya mau enggak balik lagi ke usia 25 tahun, rasanya enggak deh...cukup sekarang menikmati hasil dari kebodohan-kebodohan usia muda yang menjadi pengalaman berharga selama empat dasawarsa ini. 

Yang lucu, saya ini kan seorang introvert, tapi hebatnya ternyata saya pernah cukup aktif di beberapa komunitas. Sebuah prestasi buat saya yang semasa sekolah seringnya jajan sendirian dan takut kalau rumahnya kedatangan tamu.


Sedikit cerita tentang hidup saya, sejak masa kecil, main-main di pantai berkarang di komplek rumah, nyerok ikan teri atau sekedar bermain pasir, sampai agak gedean di kampung cari makanan untuk ternak penjaga rumah kami di Citapen, pernah kesasar di kampung orang tapi tiba-tiba bertemu jalan ke rumah mantan asisten rumah tangga mamah kami almarhum, semua itu selalu membuat saya senyum-senyum sendiri setiap kali mengingatnya. Dan setiap kali mengingatnya, saya suka iba sama anak-anak saya yang sampai mereka besar, belum pernah merasakan nikmatnya tinggal di kampung dan merasakan gelapnya suasana pedesaan tanpa listrik, tembok bilik dan riuhnya suara serangga hutan, serta harumnya nasi yang dimasak di tungku kayu bakar.


Kalau boleh dikonfirmasi, rasanya kehidupan masa kanak-kanak saya sampai lepas dari orang tua itu bahagia sekali...yaaa kalau masalah dibully di sekolah atau dianyepin sama crush mah biasa lah ya...meskipun zaman dulu tuh rasanya kaya dunia mau kiamat...wkwkwk

Jadi, makasih banyak ya ayah dan alm. mamah yang sudah berhasil membahagiakan anak-anaknya ini sampai bisa mandiri...love you guys so much ❤️❤️❤️


Nah...masalah hidup itu sepertinya dimulai saat kita lepas dari orang tua, punya keluarga sendiri. Jadi rada ironis juga ya, kita dibahagiakan sama orang tua, diberikan yang terbaik, eh pas sama anak orang, harus mau berlelah-lelah cari nafkah, tinggal di rumah dengan fasilitas seadanya, ngontrak sana-sini, kadang diperlakukan kurang baik sama pasangannya dan lain sebagainya.

Mungkin itulah sebabnya banyak masalah mertua vs menantu ya karena orang tua rata-rata enggak rela anaknya diperlakukan tidak sesuai standar mereka. 


Tapi bagaimana pun juga, saya tetap bersyukur karena mampu melewati masa-masa kegelapan versi saya. Yang jelas semua orang punya kelebihan dan kekurangan, sebisa mungkin saya ambil yang positif-positifnya saja.

Beruntung sekali, saya punya sahabat-sahabat yang selalu support baik mentally maupun financially. Mereka yang selalu ada saat saya gundah, marah, sedih, atau sekedar berbagi kebahagiaan. Mereka yang enggak pernah lelah menghadapi sifat saya bahkan yang terburuk, dan meski kadang-kadang malah ngomporin, tapi seringnya menasihati yang baik-baik. Kami pernah tersesat bersama, tapi kemudian insyaf bersama, meski bangkitnya nggak sama-sama...hehehe. Semoga Allah ijabah doa-doa kita ya Sists! Aamiin...


Ada satu kisah yang mengharukan, dengan circle sahabat yang berbeda. Pernah suatu saat saya mengalami arthritis, kaki bengkak dan enggak bisa jalan. Saya foto lah penampakan kaki yang bengkak itu ke grup WA (atau BB, ya?), sekedar sharing aja. Eeh masa besoknya saya ditransfer sejumlah uang. Jadi ternyata para besties ini patungan untuk bantu saya berobat...huhuhu...kaget asli, ada rasa malu dan enggak enak, tapi what they did ini bener-bener sweeeeet banget...semoga Allah ganti dengan sebaik-baik balasan. 


Ada juga kebaikan teman-teman kampus saya yang enggak bisa saya lupakan. Yaitu saat pernikahan saya yang pertama...karena lokasinya di kampung, saya waktu itu ada rasa malu mengundang teman kampus. Entah bagaimana caranya, tiba-tiba mereka hadir berombongan di acara saya. Subhanalloh...mana mobilnya sempat mogok pula karena jalanan yang menanjak parah. Jazakumulloh khoir ya girls, insya Allah dibalas dengan pahala kebajikan yg besar...aamiin...


Sampai sekarang saya masih enggak paham dari mana mereka tahu alamat resepsi di kampung itu. 


Oiya sebelum mengerti larangan dekat dengan non mahrom, saya pernah punya sahabat lelaki dua orang. Yang satu teman jalan & menggalau, satunya lagi mas-mas bijak dan sering menasihati...meskipun nasihatnya jarang saya patuhi...hehehe.

Dua-duanya ini ketemu di sosmed, yang pertama kalau enggak salah di friendster, yang kedua di blogspot. Tentu saja saya yang duluan menyapa, karena terpesona sama tulisan mereka. (Padahal emang pada lagi tebar pesona).

Meski awalnya di dunia maya, tapi kami sering ketemuan, karena pada dasarnya mereka teman bicara yang asik. Yang satu filosofis yang satunya lagi filosufis...tapi dua-duanya sangat njawani. Sopan dan baik hati.

Sampai kapan pun saya enggak akan lupakan kedua orang ini, meski sekarang sudah tidak ada hubungan lagi, karena menghormati pasangan masing-masing.


Masih banyak lagi kebaikan-kebaikan yang saya dapatkan, dari para mantan Boss yang selalu sabar menerima kekurangan saya, rekan kerja yang menuntun saya ke jalan yang benar, maupun rekan kerja yang senantiasa mempermudah pekerjaan saya selama saya bekerja dulu...semua masya Allah, luar biasa baiknya. Maafkan yaa kalau saya banyak merepotkan, semoga jasa-jasa kalian dibalas Allah dengan pahala berlimpah. 


Kalau flashback ke belakang, saya ini bukan termasuk orang yang kalau orang lain ditanya, Palupi itu gimana sih orangnya? Pasti jawabannya apa aja selain "baik". Kan ada ya, orang yang kita definisikan sebagai orang baik, tapi kalau saya kebanyakan orang bilangnya saya ini jutek. Beberapa mungkin menyangka saya sombong, beberapa lagi mungkin malah sebel sama saya...padahal sebenarnya saya cuma insekyur...hehehe.


Ya gapapa. Namanya juga pendapat kan ya.

Makanya sebagai orang yang enggak baik-baik amat, saya suka mau nangis kalau ingat nikmat Allah Subhanahu wata'ala kepada saya. Betapa banyak nikmat dan pertolongan Allah kepada saya. Benar-benar tak terhitung. 

Makanya ya guys, rezeki itu bukan hanya harta benda saja ya, meski memilikinya emang nikmat banget.


Beneran deh, pasangan yang sefrekwensi, orang tua yang ikhlas, mertua dan ipar yang baik, teman-teman yang selalu support, anak-anak yang soleh dan soleha, juga kesehatan yang prima adalah sebenar-benar nikmat yang nyata. Saya yakin ada di antara pembaca cacatan ini yang ngangguk-ngangguk sepakat. Soalnya mungkin sudah pernah ngerasain diuji dengan salah satu dari lima hal di atas. 


Akhirul kalam, semoga Allah jadikan saya dan keturunan saya, hamba-hamba yang selalu bersyukur dan mampu memenuhi segala perintah dan menjauhi segala laranganNya. Juga buat yang sudah membaca sepanjang ini, makasih lohhh...semoga kalian semua diberikan kesehatan prima serta kebajikan hidup yang membahagiakan. 


Aamiin ya Rabbal aalamiin.